Pengetahuan Umum (Provinsi Lampung)

Lampung adalah sebuah provinsi paling selatan di Pulau Sumatera, Indonesia. Di sebelah utara berbatasan dengan Bengkulu dan Sumatera Selatan.



Lambang

Motto: "Sang Bumi Ruwa Jurai"
(Bahasa Lampung: Satu tempat dua penduduk)


Peta lokasi Lampung
Negara Indonesia
Hari jadi 18 Maret 1964 (hari jadi)
Ibu kota Bandar Lampung
Koordinat 6º 45' - 3º 45' LS 103º 48' - 105º 45' BT

Pemerintahan
Gubernur             : Pairin
Luas Total           : 35.376 km2
Populasi              : (2010)[1] - Total 7.596.115 -
Kepadatan          : 214,7/km²

Demografi
Suku bangsa Suku Lampung (25%), Suku Jawa (62%), Suku Sunda (9%), Suku Bali - Agama Islam (92%), Protestan (1,8%), Katolik (1,8%), Buddha (1,7%), Hindu (2,7%) -

Bahasa                : Bahasa Lampung, Bahasa Indonesia, Bahasa Sunda, Bahasa Jawa, Bahasa Bali
Kabupaten          : 12 Kabupaten
Kota                   : 2 Kota
Kecamatan         : 162 Kecamatan
Lagu daerah        : Sang Bumi Ruwa Jurai dan Pang Li Pandang

Sejarah
Provinsi Lampung lahir pada tanggal 18 Maret 1964 dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 3/1964 yang kemudian menjadi Undang-undang Nomor 14 tahun 1964. Sebelum itu Provinsi Lampung merupakan Karesidenan yang tergabung dengan Provinsi Sumatera Selatan.
Kendatipun Provinsi Lampung sebelum tanggal 18 maret 1964 tersebut secara administratif masih merupakan bagian dari Provinsi Sumatera Selatan, namun daerah ini jauh sebelum Indonesia merdeka memang telah menunjukkan potensi yang sangat besar serta corak warna kebudayaan tersendiri yang dapat menambah khasanah adat budaya di Nusantara yang tercinta ini. Oleh karena itu pada zaman VOC daerah Lampung tidak terlepas dari incaran penjajahan Belanda.
Tatkala Banten dibawah pimpinan Sultan Agung Tirtayasa (1651-1683) Banten berhasil menjadi pusat perdagangan yang dapat menyaingi VOC di perairan Jawa, Sumatra dan Maluku. Sultan Agung ini dalam upaya meluaskan wilayah kekuasaan Banten mendapat hambatan karena dihalang-halangi VOC yang bercokol di Batavia. Putra Sultan Agung Tirtayasa yang bernama Sultan Haji diserahi tugas untuk menggantikan kedudukan mahkota kesultanan Banten.
Dengan kejayaan Sultan Banten pada saat itu tentu saja tidak menyenangkan VOC, oleh karenanya VOC selalu berusaha untuk menguasai kesultanan Banten. Usaha VOC ini berhasil dengan jalan membujuk Sultan Haji sehingga berselisih paham dengan ayahnya Sultan Agung Tirtayasa. Dalam perlawanan menghadapi ayahnya sendiri, Sultan Haji meminta bantuan VOC dan sebagai imbalannya Sultan Haji akan menyerahkan penguasaan atas daerah Lampung kepada VOC. Akhirnya pada tanggal 7 April 1682 Sultan Agung Tirtayasa disingkirkan dan Sultan Haji dinobatkan menjadi Sultan Banten.
Dari perundingan-perundingan antara VOC dengan Sultan Haji menghasilkan sebuah piagam dari Sultan Haji tertanggal 27 Agustus 1682 yang isinya antara lain menyebutkan bahwa sejak saat itu pengawasan perdagangan rempah-rempah atas daerah Lampung diserahkan oleh Sultan Banten kepada VOC yang sekaligus memperoleh monopoli perdagangan di daerah Lampung.
Pada tanggal 29 Agustus 1682 iring-iringan armada VOC dan Banten membuang sauh di Tanjung Tiram. Armada ini dipimpin oleh Vander Schuur dengan membawa surat mandat dari Sultan Haji dan ia mewakili Sultan Banten. Ekspedisi Vander Schuur yang pertama ini ternyata tidak berhasil dan ia tidak mendapatkan lada yag dicari-carinya. Agaknya perdagangan langsung antara VOC dengan Lampung yang dirintisnya mengalami kegagalan, karena ternyata tidak semua penguasa di Lampung langsung tunduk begitu saja kepada kekuasaan Sultan Haji yang bersekutu dengan kompeni, tetapi banyak yang masih mengakui Sultan Agung Tirtayasa sebagai Sultan Banten dan menganggap kompeni tetap sebagai musuh.
Sementara itu timbul keragu-raguan dari VOC apakah benar Lampung berada dibawah Kekuasaan Sultan Banten, kemudian baru diketahui bahwa penguasaan Banten atas Lampung tidak mutlak.
Penempatan wakil-wakil Sultan Banten di Lampung yang disebut "Jenang" atau kadangkadang disebut Gubernur hanyalah dalam mengurus kepentingan perdagangan hasil bumi (lada).
Sedangkan penguasa-penguasa Lampung asli yang terpencar-pencar pada tiap-tiap desa atau kota yang disebut "Adipati" secara hirarkis tidak berada dibawah koordinasi penguasaan Jenang/ Gubernur. Jadi penguasaan Sultan Banten atas Lampung adalah dalam hal garis pantai saja dalam rangka menguasai monopoli arus keluarnya hasil-hasil bumi terutama lada, dengan demikian jelas hubungan Banten-Lampung adalah dalam hubungan saling membutuhkan satu dengan lainnya.
Selanjutnya pada masa Raffles berkuasa pada tahun 1811 ia menduduki daerah Semangka dan tidak mau melepaskan daerah Lampung kepada Belanda karena Raffles beranggapan bahwa Lampung bukanlah jajahan Belanda. Namun setelah Raffles meninggalkan Lampung baru kemudian tahun 1829 ditunjuk Residen Belanda untuk Lampung.

Dalam pada itu sejak tahun 1817 posisi Radin Inten semakin kuat, dan oleh karena itu Belanda merasa khawatir dan mengirimkan ekspedisi kecil di pimpin oleh Assisten Residen Krusemen yang menghasilkan persetujuan bahwa :
Radin Inten memperoleh bantuan keuangan dari Belanda sebesar f. 1.200 setahun.
Kedua saudara Radin Inten masing-masing akan memperoleh bantuan pula sebesar f. 600 tiap tahun.
Radin Inten tidak diperkenankan meluaskan lagi wilayah selain dari desa-desa yang sampai saat itu berada dibawah pengaruhnya.
Tetapi persetujuan itu tidak pernah dipatuhi oleh Radin Inten dan ia tetap melakukan perlawanan-perlawanan terhadap Belanda.
Oleh karena itu pada tahun 1825 Belanda memerintahkan Leliever untuk menangkap Radin Inten, namun dengan cerdik Radin Inten dapat menyerbu benteng Belanda dan membunuh Liliever dan anak buahnya. Akan tetapi karena pada saat itu Belanda sedang menghadapi perang Diponegoro (1825 - 1830), maka Belanda tidak dapat berbuat apa-apa terhadap peristiwa itu. Tahun 1825 Radin Inten meninggal dunia dan digantikan oleh Putranya Radin Imba Kusuma.
Setelah Perang Diponegoro selesai pada tahun 1830 Belanda menyerbu Radin Imba Kusuma di daerah Semangka, kemudian pada tahun 1833 Belanda menyerbu benteng Radin Imba Kusuma, tetapi tidak berhasil mendudukinya. Baru pada tahun 1834 setelah Asisten Residen diganti oleh perwira militer Belanda dan dengan kekuasaan penuh, maka Benteng Radin Imba Kusuma berhasil dikuasai.
Radin Imba Kusuma menyingkir ke daerah Lingga, namun penduduk daerah Lingga ini menangkapnya dan menyerahkan kepada Belanda. Radin Imba Kusuma kemudian di buang ke Pulau Timor.
Dalam pada itu rakyat dipedalaman tetap melakukan perlawanan, "Jalan Halus" dari Belanda dengan memberikan hadiah-hadiah kepada pemimpin-pemimpin perlawanan rakyat Lampung ternyata tidak membawa hasil. Belanda tetap merasa tidak aman, sehingga Belanda membentuk tentara sewaan yang terdiri dari orang-orang Lampung sendiri untuk melindungi kepentingan-kepentingan Belanda di daerah Telukbetung dan sekitarnya. Perlawanan rakyat yang digerakkan oleh putra Radin Imba Kusuma sendiri yang bernama Radin Inten II tetap berlangsung terus, sampai akhirnya Radin Inten II ini ditangkap dan dibunuh oleh tentara-tentara Belanda yang khusus didatangkan dari Batavia.
Sejak itu Belanda mulai leluasa menancapkan kakinya di daerah Lampung. Perkebunan mulai dikembangkan yaitu penanaman kaitsyuk, tembakau, kopi, karet dan kelapa sawit. Untuk kepentingan-kepentingan pengangkutan hasil-hasil perkebunan itu maka tahun 1913 dibangun jalan kereta api dari Telukbetung menuju Palembang.

Hingga menjelang Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945 dan periode perjuangan fisik setelah itu, putra Lampung tidak ketinggalan ikut terlibat dan merasakan betapa pahitnya perjuangan melawan penindasan penjajah yang silih berganti. Sehingga pada akhirnya sebagai mana dikemukakan pada awal uraian ini pada tahun 1964 Keresidenan Lampung ditingkatkan menjadi Daerah Tingkat I Provinsi Lampung.
Kejayaan Lampung sebagai sumber lada hitam pun mengilhami para senimannya sehingga tercipta lagu Tanoh Lada. Bahkan, ketika Lampung diresmikan menjadi provinsi pada 18 Maret 1964, lada hitam menjadi salah satu bagian lambang daerah itu. Namun, sayang saat ini kejayaan tersebut telah pudar.
Rumah Adat
Rumah tradisional adat Lampung memiliki kekhasan seperti: berbentuk panggung, atap terbuat dari anyaman ilalang, terbuat dari kayu dikarenakan untuk menghindari serangan hewan dan lebih kokoh bila terjadi gempa bumi, karena masyarakat lampung telah mengenal gempa dari jaman dahulu dan lampung terletak di pertemuan lempeng asia dan australia rumah ini disebut rumah SESAT,

Gunung
Gunung-gunung yang puncaknya cukup tinggi, antara lain:
Gunung Pesagi (2262 m) di Sekala Brak, Lampung Barat
Gunung Seminung (1.881 m) di Sukau, Lampung Barat
Gunung Tebak (2.115 m) di Sumberjaya, Lampung Barat
Gunung Rindingan (1.506 m) di Pulau Panggung, Tanggamus
Gunung Pesawaran (1.161 m) di Kedondong, Lampung Selatan
Gunung Betung (1.240 m) di Teluk Betung, Bandar Lampung
Gunung Rajabasa (1.261 m) di Kalianda, Lampung Selatan
Gunung Tanggamus (2.156 m) di Kotaagung, Tanggamus
Gunung Krakatau di Selat Sunda
Gunung Sekincau Liwa, Lampung barat
Gunung Sukma Ilang Pesawaran
Gunung Tanggang Lampung selatan

Pariwisata
Tahun 2009 Pemerintah Propinsi Lampung mencanangkan tahun kunjungan wisata. Jenis Wisata yang dapat dikunjungi di Lampung adalah Wisata Budaya dibeberapa Kampung Tua di Sukau, Liwa, Kembahang, Batu Brak, Kenali, Ranau dan Krui di Lampung Barat serta Festival Sekura yang diadakan dalam seminggu setelah Idul Fitri diLampung Barat, Festival Krakatau di Bandar Lampung, Festival Teluk Stabas diLampung Barat, Festival Way Kambas di Lampung Timur.


Untuk lebih lengkap kunjungi
http://id.wikipedia.org/wiki/Lampung

Pengetahuan Umum (Prov Lampung)

KABUPATEN di Lampung dan Ibu kotanya

1. Kabupaten Lampung Barat (Kota Liwa)
2. Kabupaten Lampung Selatan (Kalianda (kota)
3. Kabupaten Lampung Tengah (Gunung Sugih)
4. Kabupaten Lampung Timur (Sukadana)
5. Kabupaten Lampung Utara (Kotabumi)
6. Kabupaten Mesuji
7. Kabupaten Pesawaran (Gedong Tataan)
8. Kabupaten Pringsewu
9. Kabupaten Tanggamus (Kota Agung)
10. Kabupaten Tulang Bawang (Menggala)
11. Kabupaten Tulang Bawang Barat (Tulang Bawang Tengah)
12. KabupatenWay Kanan (Blambangan Umpu)

KOTA MADYA
1. Bandar Lampung
2. Metro



Kecamatan di Lampung Tengah
1. Anak Ratu Aji
2. Anak Tuha
3. Bandar Mataram
4. Bandar Surabaya
5. Bangunrejo
6. Bekri
7. Bumi Nabung
8. Bumi Ratu Nuban
9. Gunung Sugih
10. Kalirejo,
11. Kota Gajah
12. Padang Ratu,
13. Pubian
14. Punggur
15. Putra Rumbia
16. Rumbia
17. Selagai Lingga
18. Sendang Agung
19. Seputih Agung
20. Seputih Banyak
21. Seputih Mataram
22. Seputih Raman
23. Seputih Surabaya
24. Terbanggi Besar
25. Terusan Nunyai
26. Trimurjo
27. Way Pengubuan
28. Way Seputih

Kumpulan Lagu PASKIBRA


LAGU-LAGU PASKIBRA



KAPAL SELAM

Kapal selam tangkinya bocor
Timbul tenggelam di perbatasan
Kapal selam tangkinya bocor
Timbul tenggelam di perbatasan

Buat apa susah hati,susah hati
Buat apa sedih hati,sedih hati
Paskibra tak pernah sedih hati 
Hanya dongkol dalam hati   


GEMBIRA

Gembira-gembira paskibra gembira, ha…. Ha…
Gembira-gembira paskibra perkasa, ha … ha …
Siapa,siapa, siapa mau bersusah
Susah itu adalah bagi jiwa yang lemah
Gembira-gembiralah


MAKAN SIANG

Bila makan siang telah tiba
Segera menuju ruang makan
Tingkatkan semangat mu hai Paskibra
Siapkan perut untuk diisi
Jangan lupa habiskan nasi
Sayur mayur juga dimakan
Lauk-pauk juga disikat
Hindarkan bicara dengan teman


ANCOL

Pada hari minggu kuturut Ayah ke Ancol
Naik delman istimewa ku duduk di Ancol
Ku duduk samping pak kusir yang sedang berancol
Mengendarai kuda supaya ancol jalannya hey ….



AYAH-IBU

Tinggalkan ayah tinggalkan ibu ( Ayah.Ibu)
Relakan kami pergi berjuang ( Berjuang )
Dibawah kibaran Sang Merah Putih ( Merah,Putih )
Majulah ayo maju menyerbu ( Serbu )

Tidak kembali pulang ( Pasti pulang )
Sebelum kita yang menang ( pasti menang )
Wakau mayat terdampar di medan perang
Demi bangsa kurela berkorban


PALUBULU

Minggirlah,minggirlah,minggirlah
Minggirlah Paskibra mau lewat
Jalannya tegap-tegap langkahnya mantap-mantap
Karena tiap hari minum susu Buk Lurah makan telur Pak Lurah



SAI HORAS BAH

Potong bebek angsa masak di kuali ( Wek,wek,wek )
Nona minta dansa dansa empat kali ( Wek,wek,wek )
Sorong kanan sorong kiri
Sorong kanan sorong kiri
Sai horasbah sineger negeri

Balonku ada ada ada lima ( Dor,dor,dor,dor )
Rupa rupa rupa rupa warnanya ( Dor,dor,dor,dor )
Hijau kuning kelabu merah muda dan biru
Sai horas bah sineger negeri
Sai horas bah sineger negeri

Sai horas bah sibual buali
Torsipirok torsiantar padang panjang pardekok
Sai horas bah sineger negeri
Cubit sayang cubit cubit sayang duh sakit
Cubit sayang cubit cubit sayang duh sakit
Cubit sayang cubit cubit sayang duh enak
Sai horas bah sineger negeri


FORGET TO ME

Saya tunggu engkau saya tunggu engkau
Rupanya engkau forget to me
Saya tunggu engkau saya tunggu engkau
Rupanya engkau forget to me

Saya tahan sakit sakit jungkir balik dilapangan
Rupanya engkau forget to me
Rambate ratahaya tarik tambang
Disini aku makin tambah senang

Andaikan aku burung aku akan terbang
Suatu hari nanti jadi Paskibraka
Bangun pagi-pagi menuju kelapangan
Untuk mengikuti latihan orientasi

Tak tahan rasanya ingin segera pulang
Latihan belum usai
Mau makan jalan jongkok
Habis makan lompat kodok

Dicaci , dimaki dan dibentak-bentak
Wahai seniorku betapa kejam dirimu
Wahai seniorku betapa tajam matamu
Wahai seniorku tak tahukah engkau
( Kusayang padamu_kusayang padamu )


DERAP LANGKAH

Derap langkah nan gagah perkasa
Seirama dan satu suara
Sambil bernyanyi lagu hura-hura
Itulah langkah Paskibra

Ayunkan kakimu kiri dan kanan ( Kiri,kanan )
Atur jarak jaga kerapihan ( Kerapihan )
Jangan sampai merusak barisan
Banjar dan sapnya harus diluruskan


WAR WAR WARONG

War war warong mekanomine
War war warong mekanomine
Ngantesong samalite – ngantesong samalite
Mangan telo gosong sama-sama kulite
Mangan telo gosong sama-sama kulite


JADI PASKIBRA

Bukan karena bajunya jadi paskibra
Bukan karena gantengnya jadi paskibra
Bukan karena cantiknya jadi paskibra
Tapi karena jiwanya jadi paskibra

Hai pemuda Hai pemudi calon paskibra
Hai pemuda Hai pemudi ayo ikut serta
Hai pemuda Hai pemudi mari bergembira
Kebanggaan bersama jadi paskibra
Kebanggaan Negara jadi paskibra






THE SENIOR

We following The senior, senior, senior
We following The senior
Where ever we will go
Senior, senior, senior can do no wrong, wrong, wrong
Senior can do no wrong


LANGKAH PANJANG

Hooo… langkah panjang [langkah panjang]
Hari ini hari luar biasa
Hooo… paskibra [o paskibra]
Suara kami melayang di udara
Hooo… marilah [o marilah]
Mari bernyanyi dengan riang gembira
Hidup paskibra jaya dengan semangat baru
Hidup paskibra jaya dengan semangat baru


  

Materi dari PPI LamTeng

SEJARAH PURNA PASKIBRA INDONESIA



Cikal bakal berdirinya organisasi alumni Paskibra sebenarnya dimulai secara nyata di Yogyakarta. Pada tahun 1975, sejumlah alumni (Purna) Paskibra tingkat Nasional yang ada di Yogya berkeinginan untuk mendirikan organisasi alumni, lalu mereka menyampaikan keinginan itu kepada para Pembina di Jakarta. Para Pembina lalu menawarkan sebuah nama, yakni REKA PURNA PASKIBRAKA yang berarti ikatan persahabatan para alumni Paskibraka. Tapi, di Yogya nama itu kemudian di godok lagi dan akhirnya di sepakati menjadi PURNA EKA PASKIBRAKA (PEP) Yogyakarta, yang artinya wadah berhimpun dan pengabdian para alumni Paskibraka. PEP di Yogya resmi dikukuhkan pada tanggal 28 Oktober 1976. Seiring dengan itu, para alumni Paskibrakadi Jakarta kemudian meneruskan gagasan pendirian organisasi REKA PURNA PASKIBRAKA (RPP). Sementara di Bandung, berdiri pula EKA PURNA PASKIBRAKA (EPP). Namun, dalam perkembangannya ketiga organisasi itu belum pernah melakukan koordinasi secara langsung untuk membentuk semacam forum komunikasi ditingkat pusat. Sementara itu, di daerah lain belum ada keinginan untuk membentuk organisasi, karena jumlah alumninya masih sedikit. Berbeda dengan Jakarta, Bandung dan Yogya yang menjadi kota tujuan para alumni Paskibraka untuk melanjutkan sekolah. Sampai awal 80-an, alumni Paskibraka di daerah lain hanya dibina melalui Bidang Binmud Kanwil Depdikbud. Mereka selalu dipanggil sebagai perangkat dalam pelaksanaan berbagai upacara dan kegiatan. Mereka dilibatkan dalam kegiatan pembinaan generasi muda, karena dianggap potensial sesuai predikatnya.

Tahun 1980, Direktorat Pembina Generasi Muda (PGM) berinisiatif untuk mendayagunakan potensi alumni berbagai programyang telah dilaksanakan, termasuk program pertukaran pemuda Indonesia dengan luar negeri (saat itu baru CWY atau Indonesia-Kanada dan SSEAYP atau Kapal Pemuda ASEAN-Jepang). Organisasi itu diberi nama PURNA CARAKA MUDA INDONESIA (PCMI). Maka, selain di Jakarta, Bandung, dan Yogya, seluruh Purna Paskibra di daerah lainnya digabungkan dalam PCMI. Hal itu berlangsung sampai tahun 1985, ketika Direktorat PGM “menyadari” bahwa penggabungan Purna Paskibraka dengan alumni pertukaran pemuda bukanlah sebuah pilihan yang tepat. Karena itu, sebagai hasil dari Lokakarya Pembinaan Purna Program Binmud di Cisarua, Bogor yang dihadiri oleh para Kabid Binmud seluruh Indonesia serta para alumni Paskibraka dan pertukaran pemuda dikeluarkan SK Dirjen Diklusepora No. Kep.091/EKep.091/E/O/1985 tanggal 10 Juli 1985 yang memisahkan para alumni dalam dua organisasi, masing-masing PCMI untuk alumni pertukaran pemuda dan PURNA PASKIBRAKA INDONESIA (PPI) untuk alumni paskibraka. Dengan alas an untuk menjaga agar keputusan itu tidak “mencederai hati” para Purna Paskibraka yang telah lebih dulu mendirikan PEP, RPP dan EPP, maka ditetapkanlah bahwa PPI adalah organisasi binaan Depdibud yang bersifat regional provinsional. Artinya, organisasi itu ada ditiap provinsi namun tidak mempunyai pengurus ditingkat pusat. Itu sebenarnya sebuah pilihan yang sulit, bahkan “absurd”. Bagaimana sebuah organisasi bernama sama dan ada di tiap provinsi tapi tidak mempunyai forum komunikasi dan koordinasi ditingkat pusat. Ternyata, hal itu dipicu oleh kekhawatira organisasi kepemudaan “tunggal” asuhan pemerintah yang melihat PPI adalah sebuah ancaman. Namun, dengan kegigihan Purna Paskibraka yang ada di Jakarta, akhirnya kebekuan itu dapat dicairkan. Empat tahun harus menunggu dan bekerja keras untuk dapat menghadirkan Pengurus PPI daerah dalam sebuah Musyawarah Nasional (Munas). Tanggal 21 Desember 1989, melalui Munas I di Cipayung, Bogor, terbentuklah secara resmi PPI Pusat, lengkap dengan perangkat Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART)

Sumber : Bulletin Paskibraka 78, Eidisi Oktober 2007
Penulis : PPI ‘2003




PASKIBRAKA adalah singkatan dari Pasukan Pengibar Bendera Pusaka dengan tugas utamanya mengibarkan duplikat bendera pusaka dalam upacara peringatan proklamasi kemerdekaan Indonesia di Istana Negara. Anggotanya berasal dari pelajar Sekolah Lanjutan Tingkat Atas. Penyeleksian anggotanya dilakukan sekitar bulan April untuk persiapan pengibaran pada 17 Agustus di beberapa tingkat wilayah, provinsi, dan nasional.

Kami menyajikan website Paskibraka Indonesia Jakarta Pusat yang ditujukan bagi semua orang yang ingin mengetahui semua informasi tantang PASKIBRAKA, khususnya dikota Administratif Jakarta Pusat. Pada website ini di informasikan mengenai sejarah pembentukan PASKIBRAKA Indonesia, Purna Paskibraka Indonesia, kegiatan-kegiatan rutin, atribut PASKIBRAKA, dan lain sebagainya.

Dengan hadirnya website ini diharapkan juga dapat mempererat silaturahmi sesame anggota PASKIBRAKA Jakarta Pusat maupun dengan rekan-rekan dari Wilayah / Daerah lain yang tentunya cukup banyak dan tersebar diseluruh wilayah Indonesia. Untuk itu kami menerima saran, kritik, maupun artikel-artikel yang dapat menambah ilmu tentang dunia PASKIBRAKA….

SALAM PASKIBRAKA!!!



Paskibraka

Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia
Paskibraka adalah singkatan dari pasukan pengibar bendera pusaka. Anggotanya berasal dari pelajar tingkat menengah kelas 1 atau 2. Penyeleksian anggotanya biasanya dilakukan sekitar bulan April untuk persiapan pengibaran pada 17 Agustus di beberapa tingkat wilayah, provinsi, dan nasional.


Sejarah Purna Paskibraka

Pembentukan Pasukan Pengerek Bendera Pusaka Tahun 1967 dan 1968
Tahun 1967, Hussein Mutahar dipanggil Presiden Suharto untuk menangani lagi masalah Pengibaran Bendera Pusaka. Dengan ide dasar dari pelaksanaan tahun 1946 di Yogyakarta, beliau kemudian mengembangkan lagi formasi pengibaran menjadi 3 kelompok yaitu :

- Kelompo 17 / PENGIRING (PEMANDU)
- Kelompok 8 / PEMBAWA (INTI)
- Kelompok 45 / PENGAWAL

Ini merupaka simbol dari tanggal Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 (17-8-45). Pada waktu itu dengan situasi kondisi yang ada, beliau melibatkan putra daerah yang ada dijakarta dan menjadi anggota Pandu/Pramuka untuk melaksanakan tugas Pengibaran Bendera Pusaka.
Semula rencana beliau untuk kelompok 45 (pengawal) akan terdiri dari para mahasiswa AKABRI (Generasi Muda ABRI). Usul lain menggunakan anggota Pasukan Khusus ABRI (seperti RPKAD, PGT, MARINIR, dan BRIMOB) juga tidak mudah. Akhirnya diambil dari Pasukan Pengawal Presiden (PASWALPRES) yang mudah dihubungi dan sekaligus mereka bertugas di Istana Negara Jakarta.

Pada 17 Agustus 1968, petugas pengibar Bendera Pusaka adalah para pemuda utusan Provinsi. Tetapi propinsi-propinsi belum seluruhnya mengirimkan utusan sehingga masih harus ditambah oleh ex-anggota pasukan tahun 1967.

5 Agustus 1969 di Istana Negara Jakarta berlangsung upacara penyerahan duplikat Bendera Pusaka Merah Putih dan reproduksi Naskah Proklamasi oleh Presiden Suharto kepada Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I seluruh Indonesia. Bendera duplikat (dari 6 carik kain) mulai dikibarkan menggantikan Bendera pusaka dan peringatan Hari Ulang Tahun Proklamasi Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1969 di Istana Merdeka Jakarta, sedangkan Bendera Pusaka bertugas mengantar dan menjemput bendera duplikat yang dikibar/diturunkan.

Pada tahun itu resmi anggota PASKIBRAKA adalah para remaja siswa SMTA se-tanah air Indonesia yang merupakan utusan dari 26 propinsi di Indonesia, dan tiap propinsi diwakili oleh sepasang remaja. Dari tahun 1967 sampai tahun 1972 anggota yang terlibat masih dinamakan sebagai anggota “Pengerek Bendera”. Pada tahun 1973 Idik Sulaiman melontarkan suatu nama untuk Pengibar Bendera Pusaka dengan sebutan PASKIBRAKA. PAS berasal dari PASukan, KIB berasal dari KIBar mengandung pengertian PENGIBAR, RA berarti bendeRA dan KA berarti PusaKA, mulai saat itu singkatan anggota pengibar bendera pusaka adalah PASKIBRAKA.


Bendera Pusaka

Proklamasi Kemerdekaan RI dikumandangkan pada hari Jum’at, 17 Agustus 1945, jam 10 pagi di jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta. Setelah pernyataan kemerdekaan Indonesia, untuk pertama kali secara resmi bendera kebangsaan merah putih dikibarkan oleh dua orang muda mudi dan dipimpin Latief Hendraningrat. Bendera ini dijahit tangan oleh Ibu Fatmawati Soekarno dan bendera ini pula yang kemudian disebut “Bendera Pusaka”.

Bendera pusaka berkibar siang dan malam di tengah hujan tembakan sampai Ibukota Republik Indonesia dipindahkan ke Yogyakarta. Bendera Pusaka dibawa ke Yogyakarta dan dimasukkan dalam kopor pribadi Presiden Soekarno. Selanjutnya Ibukote Republik Indonesia dipindahkan ke Yogyakarta.

19 Desember 1948, Belanda melancarkan agresinya yang kedua. Pada saat Istana Presiden Gedung Agung Yogyakarta dikepung oleh Belanda, Hussein Mutahar dipanggil oleh Presiden dan ditugaskan menyelamatkan Bendera Pusaka. Untuk menyelamatkan Bendera Pusaka itu, terpaksa Hussein Mutaha harus memisahkan antara bagian merah dan putihnya.

Sebagai penghargaan atas jasa menyelamatkan Bendera Pusaka yang dilakukan Hussein Mutahar, Pemerintah Ri telah menganugrahkan Bintang Mahaputra pada ‘tahun 1961 yang disematkan sendiri oleh Presiden Soekarno.



Keanggotaan

Jenis Keanggotaan dalam Purna Paskibraka Indonesia terdiri atas :

Angota Biasa adalah pemuda pelajar yang pernah bertugas sebagai anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka di Tingkat Nasional, Propinsi dan Tingkat Kabupaten / Kota pada tanggal 17 Agustus serta menjalani latihan dalam Gladian Sentra Nasional / Daerah yang dibuktikan dengan sertifikat dan mendaftarkan diri. Anggota Biasa berkewajiban menjunjung tinggi nama baik dan kehormatan organisasi serta mentaati Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang ditetapkan oleh Musyawarah Nasional serta Peraturan Organisasi yang ditetapkan oleh Pengurus Pusat.

Anggota Luar Biasa adalah mereka yang pernah menjadi Komandan, Pelatih, dan Pembina Pasukan Pengibar Bendera Pusaka. Anggota Luar Biasa mempunyai hak bicara, tidak mempunyai hak suara dan tidak mempunyai hak untuk dipilih sebagai pengurus, berkewajiban menjunjung tinggi nama baik dan kehormatan organisasi serta mentaati Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang ditetapkan oleh Musyawarah Nasional serta Peraturan Organisasi yang ditetapkan oleh Pengurus Pusat

Anggota Kehormatan adalh mereka yang berjasa, berpartisipasi aktif/nyata kepada Pasukan Pengibar Bendera Pusaka dan organisasi Purna Paskibraka Indonesia yang ditetapkan melalui Musyawarah. Anggota Kehormatan mempunyai hak menhadiri upacara dan rapat-rapat tertentu, dan hanya memiliki hak bicara, berkewajiban menjunjung tinggi nama baik dan kehormatan organisasi serta mentaati Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang ditetapkan oleh Musyawarah Nasional serta Peraturan Organisasi yang ditetapkan oleh Pengurus Pusat.


(c) 2003 Purna Paskibraka Indonesia – Lampung Tengah
Bambang Dwi H (PPI 2003)

Materi PASKIBRA

KOMANDO KESATUAN
PASUKAN PENGIBAR BENDERA SEKOLAH
SMA N 1 KALIREJO LAMPUNG TENGAH
Sekretariat : SMA N 1 Kalirejo Jl. Raya Sridadi Telp. (0729) 370597



SEJARAH BENDERA dan PASKIBRAKA

Bendera adalah secarik kain yang diberi warna atau gambar tertentu, dengan ukuran yang tertentu pula, yang mewakili JIWA dan KEPRIBADIAN suatu bangsa yang membedakan dengan bangsa yang lain.

Bendera Kebangsaan/Negara/Nasional merupaka Lambang kedaulatan, Kehormatan, dan kemerdekaan yang bentuk, ukuran, gambar, dan warna ditetapkan oleh Pemerintah Negara Itu.

Bendera Negara Indonesia adalah  dua buah kain warna merah dibagian atas dan warna putih dibagian bawah yang dijahit dengan perbandingan panjang : lebar adalah 3 : 2.

Penggunaan warna merah dan putih sebagai simbol bagi bendera Indonesia disebabkan kedua warna tersebut telah menjadi perlambang bagi masyarakat Indonesia sejak zaman dahulu dalam berbagai kegiatan adat, keagamaan, dan kemsyarakatan. Merah melambangkan keberanian dan putih melambangkan kesucian.

Selain itu pada zaman kerajaan MAJAPAHIT berkuasa, dengan daerah kekuasaan meliputi hampir seluruh wilayah nusantara bahkan hingga negeri Cina, panji-panji/bendera yang digunakan sebagai simbol kejayaan MAJAPAHIT juga terdiri dari warna merah dan putih.

Dalam perjalanan perjuangan kemerdekaan Indonesia, secara resmi dan pertama kali digunakan merah-putih sebagai bendera kebangsaan dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia adalah pada KONGRES PEMUDA INDONESIA II pada tanggal 28 Oktober 1928 yang diikuti oleh organisasi-organisasi pemuda di Indonesia pada saat itu, diantaranya JONG JAVA, JONG SUMATRA, JONG ISLAMIETEN BOND, JONG CELEBES, SEKARUKUN dan lain-lain. Pada kongres tersebut dikumandangkan  lagu Indonesia Raya dan bendera merah putih dikibarkan dalam ruangan selama kongres tersebut berlangsung.

Proklamasi Kemerdekaan Republi Indonesia (RI) dikumandangkan oleh Ir. SOEKARNO dan Drs. MUH. HATTA pada hari Jum’at 17 Agustus 1945, pukul 10.00 WIB bertempat di jalan pegangsaan no. 56 Jakarta. Kemudian dilanjutkan dengan Pengibaran Bendera Merah Putih oleh dua orang anggota PETA. Yaitu S. SUHUT dan LATIEF HENDRANINGRAT dengan pembawa baki SUKARNI. Bendera tersebut dijahit oleh ibu FATMA WATI SOEKARNO dan selanjutnya disebut bendera PUSAKA.

Karena terror sekutu (Belanda) semakin meningkat, pada tanggal 04 Januari 1946, Presiden Ir. SOEKARNO dan Wakil Presiden M. HATTA meninggalkan Jakarta Menuju Yogyakarta.
    
Pada peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan RI yang pertama, Presiden SOEKARNO memerintahkan Mayor (Laut) HUSSEIN MUTTAHAR untuk menyelenggarakan upacara peringatan proklamasi kemerdekaan RI di halaman Istana Presiden Gedung Agung Yogyakarta. Dan untuk menumbuhkan rasa persatuan dan kesatuan, ditunjukkanlah 5 pemuda (3 putri dan 2 putra) perwakilan daerah yang berada di Yogyakarta untuk mengibarkan Bendera Pusaka, Yang selanjutnya disebut Regu Pengibar Bendera Pusaka (RUKIBRAKA).

Pengibaran ini juga dilaksanakan pada tahun 1947 dan 1948 dengan petugas 5 pemuda sebagai symbol dari Pancasila,

Tanggal 19 Desember 1948, Belanda Melancarkan Agresi Perang II sehingga Bendera Pusaka yang menjadi symbol kemerdekaan Indonesia harus di selamatkan. Presiden SOEKARNO memerintahkan Mayor (Laut) HUSSEIN MUTAHAR untuk menyelamatkan bendera pusaka tersebut dan menyerahkan kembali kepada beliau jika keadaan sudah aman.

Dengan cara memisahkan bagian merah dan bagian putih dari bendera pusaka. Dengan membuka jahitan yang menyambungkan warna merah dan putih yang dibantu oleh ibu PERNA DINATA, selanjutnya kedua helai kain merah dan putih tersebut diletakkan dalam dua kopor pakaian Bp. HUSSEIN MUTAHAR untuk diselamatkan.

Pada pertengahan bulan juni 1949, ketika keadaan mulai aman, Bp. HUSSEIN MUTAHAR menyerahkan kembali bendera  pusaka kepada Presiden SOEKARNO melalui utusan beliau Bp. SUDJONO, dengan terlebih dahulu menjahit kembali persis dibagian lubang jahitan aslinya. Namun sekitar 2 cm dari ujung bendera terdapat kesalahan jahit.

Pada HUT tahun 1949, kembali bendera pusaka dikibarkan dihalaman Istana Presiden Gedung Agung Yogyakarta.

Tanggal 28 Desember 1949, Presiden SOEKARNO kembali ke Jakarta untuk menjalankan tugas sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) dan bendera pusaka turut dibawa ke Jakarta. Dan untuk pertama kalinya peringatan HUT RI diperingati di Jakarta yaitu pada tanggal 17 Agustus 1950.

Tahun 1950-1966, Regu-regu Pengibar Bendera Pusaka dibentuk dan diatur oleh Rumah Tangga Kepresidenan, dengan menggunakan Pasukan Pengaman Presiden (PASPAMPRES) dan bukan perwakilan pemuda.

Pada tahun 1966, Bp. HUSSEIN MUTAHAR diangkat menjadi Direktur Jendral Urusan Pemuda dan Pramuka (DIRJEN UDAKA).

Tahun 1967, Bp. HUSSEIN MUTAHAR diminta oleh Presiden SOEHARTO untuk mempersiapkan upacara Peringatan HUT RI ke XXII di Istana Merdeka, dan terbukalah kesempatan untuk mewujudkan cita-cita beliau mendatangkan pemuda/pemudi utusan propinsi dari seluruh Indonesia. Namun waktu yang sangat mendesak, maka pada tahun 1967 dilakukan uji coba dengan meminta bantuan Kwartir Daerah Gerakan Pramuka DKI Jakarata, dengan mengambil para penegak untuk dididik dan dilatih menjadi anggota Pasukan Pengerek Bendera Pusaka (PASKEREKA) dengan pola latihan pemuda “Pandu Ibu Indonesia Ber-Pancasila”.

Baru pada tahun 1968 mulai dipanggil pemuda pelajar SMTA utusan propinsi seluruh Indonesia yang mengirimkan masing-masing 2 utusan (putra dan putri) dan pasukan ini dianggap sebagai pasukan pertama, namun pasukan yang terakhir mengibarkan bendera pusaka.

Pada tahun 1969 kondisi bendera pusaka sudah terlalu tua dan tidak mungkin lagi dikibarkan, maka dibuatlah DUPLIKAT BENDERA PUSAKA dari bahan sutera alam dan alat tenun asli Indonesia dengan warna merah dan putih ditenun menjadi satu tanpa ada jahitan, yang selanjutnya dibagikan kepada daerah tingkat I dan daerah tingkat II diseluruh Indonesia pada saat itu

Tahun 1973 Bp. IDIK SULAIMAN melontarkan gagasan nama untuk anggota pengibar dengan sebutan PASKIBRAKA.
PAS                 : dari kata PASUKAN
KIB                 : dari kata KIBAR yang bermakna PENGIBAR
RA                   : dari kata BENDERA
KA                  : dari kata PUSAKA
Sehingga mulai saat itu sampai sekarang, singkatan Pasukan Pengibar Duplikat Bendera Pusaka adalah PASKIBRAKA


Andi Azhar = Paskibra ’05